Senin, 18 Maret 2013

Kampung Korea di Pulau Buton

Di pulau buton selain wisatanya beraneka ragam , juga terdapat suatu kampung namanya "CIA-CIA" yang di mana kawasan tersebut menggunakan tulisan Hanggel .

Kampung Korea Pulau Buton

(Gambar Nama Jln di kampung cia-cia)

INDONESIA adalah negeri yang amat kaya dengan berbagai tradisi dan kebudayaan. Kita tak sanggup mengenali satu per satu dari ribuan kebudayaan yang hidup dan berdenyut di negeri ini. Namun, tahukah kita bahwa sebuah etnis kecil di Pulau Buton punya nama yang sangat harum di negeri Korea Selatan? Tahukah kita bahwa bangsa Korea begitu peduli dengan keberadaan satu etnis di Tanah Air kita?
Nama etnis tersebut adalah etnis Cia-Cia. Satu etnis besar yang ada di Kota Bau-Bau, yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Pada masa silam, etnis ini adalah bagian dari keragaman etnis di bawah pemerintahan Kesultanan Buton. Kini, etnis ini banyak menjadi buah bibir di Korea karena keberaniannya untuk mengadopsi huruf hangeul –huruf khas Korea– untuk menuturkan bahasa Cia-Cia. Pemerintah Kota Bau-Bau bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute –lembaga riset bahasa Korea– telah menyusun bahan ajar kurikulum muatan lokal mengenai bahasa Cia-Cia dengan huruf Korea. Huruf ini dipelajari di semua tingkatan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Bagi saya, ini jelas sangat menarik dan menunjukkan bagaimana respon dan adaptasi lokal terhadap globalisasi.
Sejak beberapa tahun terakhir ini, nama Cia-Cia sontak populer di Negeri Ginseng. Banyak jurnalis Korea dan Jepang yang khusus datang meliput di Bau-Bau. Beberapa media internasional ikut meliput antusiasme warga Cia-Cia yang mempelajar karakter huruf Korea.
Beberapa siswa, guru, masyarakat Cia-Cia, serta pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bau-Bau diundang langsung ke Korea. Bersama Walikota Bau-Bau Amirul Tamim, mereka mendemonstrasikan kemampuan menuliskan huruf Hanggeul untuk bahasa Cia-Cia. Bahkan, beberapa guru dari Korea didatangkan langsung ke Bau-Bau untuk mengajarkan huruf Haenggul. Mereka menyempurnakan kurikulum serta menjadi pembuka jalan bagi dibangunnya Pusat Kebudayaan Korea (Korean Center) yang rencananya akan dibangun dengan biaya Rp 1 miliar di Bau-Bau. Pemerintah Korea telah mendatangkan seorang arsitektur kenamaan untuk membuat bangunan besar yang memadukan arsitektur tradisional Korea dengan arsitektur istana Kesultanan Buton. Tak hanya itu, juga akan dibangun infrastruktur pendukung berupa resort center, kompeks perhotelan, serta masuknya perusahaan tambang asal Korea.
Warga Cia-Cia sendiri melihat itu dengan penuh kebanggaan. Beberapa warga telah dikirim ke Korea untuk

Artis Korea Jang Yun Jeong
Diva Pop asal Korea, Jang Yun Jeong, yang dinobatkan sebagai Putri Cia-Cia demi mempromosikan Cia-Cia dan Bau-Bau ke mancanegara

Diva Pop asal Korea, Jang Yun Jeong, yang dinobatkan sebagai Putri Cia-Cia demi mempromosikan Cia-Cia dan Bau-Bau ke mancanegara
memperdalam pengetahuan bahasa. Belum lama berselang, dalam acara pertemuan akbar yang dihadiri sekitar 5.000 warga Korea di Jakarta, masyarakat Cia-Cia ikut diundang untuk mementaskan tarian Buton. Saat itu pula, seorang diva pop Korea yakni Jang Yun Jeong Park atau lebih akrab disapa Jang Yun Jeong dinobatkan sebagai Putri Cia-Cia yang akan mempromosikan Cia-Cia dan Bau-Bau ke negeri ginseng tersebut.
     
  • Awal Kerjasama

Bagaimanakah kisah awal diperkenalkannya huruf Korea? Menurut banyak pihak, pada tahun 2005, Pemkot Bau-Bau bekerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) menggelar Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara. Dalam simposium ini, seorang pemakalah asal Korea Prof Chun Thay Hyun tertarik dengan paparan tentang keragaman bahasa dan adat istiadat di wilayah eks Kesultanan Buton. Ia lalu menyempatkan waktu untuk penelitian selama beberapa waktu. Ia lalu memilih Cia-Cia dikarenakan wilayah ini belum memiliki alfabet sendiri, serta adanya kesamaan pelafalan dan struktur bahasa dengan Korea.
Dalam wawancara dengan Korean Times, Prof Chun Thay Hyun –pengajar di Seoul National University– mengatakan upaya ini tidak untuk melakukan Koreanisasi atas kebudayaan Buton. Upayanya adalah mempertahankan bahasa-bahasa yang hidup di Kesultanan Buton melalui alfabet korea. “In Indonesia, ethnic minority communities are losing their own spoken languages. We realized that the Korean alphabet could actually help preserve these endangered local languages.” Sementara bagi Pemerintah Kota Bau-Bau, langkah ini jelas akan memberikan efek kerjasama yang luas di masa mendatang. Dengan kerjasama itu, Cia-Cia akan dikenal oleh dunia luar dan kelak akan memberikan manfaat berupa kerjasama di bidang investasi dan kebudayaan.

Bekerjasama dengan sejumlah lembaga kebudayaan yang disponsori bangsawan tradisional Korea, Chun lalu mengundang pihak Pemkot Bau-Bau dan sejumlah masyarakat Cia-Cia untuk berkunjung ke Korea. Dalam kunjungan tersebut, disepakati kerjasama berupa uji coba karakter huruf Hanggeul untuk melafalkan bahasa Cia-Cia sejak tahun 2007. Dalam kunjungan itu, juga dipekati kerjasama antara Walikota Bau-Bau dengan Walikota Seoul dan Busan, dua kota utama di Korea Selatan.

Kini, selangkah lagi Korean Center akan berdiri di Bau-Bau. Sebagai seorang warga yang berdiam di pulau ini, saya melihatnya dengan optimis sekaligus cemas. Mungkin kelak Bau-Bau akan menjadi kota yang dikenal di mancanegara dan hilir-mudik banyak orang korea berseliweran di daerah ini. Tapi, saya juga khawatir kelak kebudayaan Buton akan tinggal nama. Kebudayaan Buton hanya menjadi catatan kaki dari pencapaian emas jejak kebudayaan Korea yang merambah jauh hingga ke sini.

*Dalam wawancara dengan Korean Times, Prof Chun Thay Hyun –pengajar di Seoul*

Wisata Kuliner Pulau Buton

Pulau Buton memiliki banyak wisata kuliner, antara lain :

1. Kasuami

Kasoami makanan ciri khas Pulau Buton Bau Bau Sulawesi Tenggara yang berbahan Singkong/ubi kayu


( Gambar Makanan Kasuami )

   Cara membuat
  • Kupas singkong/ubi kayu lalu dicuci sampai bersih .
  • parut kasar singkong tersebut setelah dicuci bersih.
  • Bungkus hasil parutan singkong tadi dengan plastik berlubang kasar agar mudah keluar airnya    .ketika diperas atau dijepit dengan alat penjepit.
  • Setelah diperas bungkusan singkong kemudian diremas hingga menjadi tepung dan diberi garam   sedikit .
  • Masak kukusan hingga panas kemudian masukan tepung ubi kayu atau singkong tadi kedalam   kukusan hingga masak.

2. Onde-Onde

One-onde yang terbuat dari beras ketan ,gula merah ,kelapa parut,garam secukupnya dan air


( Gambar Makanan Onde-onde )
 Cara membuatnya
  • Tepung beras ketan,garam.air dicampur rata hingga tidak melengket.Kemudian ambil adonan yang sudah dicampur ,dipilihkan lalu di isi gula merah dan dibulatkan.
  • Didihkan air,lalu masukan adonan yang sudah dibulatkan satu persatu setelah mengembang angkat dan digulingkan diatas kelapa parut.selamat mencobanya

3. Kabuto

( Gambar Makanan Kabuto )

KABUTO adalah makanan khas Masyarakat Muna dan Buton Kepulauan di Sulawesi Tenggara yang tergolong unik. Dikatakan unik lantaran bahan dasar menu makanan yang mirip bahasa jepang itu adalah ubi kayu atau singkong yang telah dikeringkan dan dibiarkan berjamur. Semakin lama disimpan dalam keadaan kering maka akan makin enak rasa dan aroma makanan ini kala disantap. Apalagi bila dicampur kelapa parut dan ditambah menu ikan asin goreng sebagai lauknya.. tambah mantap. Cara menyiapkan makanan inipun tergolong sangat praktis dan simpel. Singkong yang telah kering tadi dipotong-potong dan beri air secukupnya lalu dimasak sampai benar-benar matang selama kira-kira satu jam. Sambil menunggu sang Kabuto benar-benar masak, kita bisa menyiapkan kelapa parut sebagai campuran utamanya. Bisa juga dengan menyiapkan ikan asin goreng sebagai pendamping atau lauk untuk makanan khas masyarakat Muna-Buton ini.
Dilihat dari kandungan gizinya, Kabuto termasuk makanan yang kandungan gizinya kurang. Hal ini disebabkan karena singkong kering memang bernilai gizi rendah. Menu khas ini masih kita jumpai di desa-desa nelayan pesisir pantai Sulawesi Tenggara. Bisa jadi masyarakat masih mempertahankan makanan ini karena harganya yang tergolong sangat murah dan membuatnyapun sangat mudah

4. Kambewe Si manis dari Pulau Buton

( Gambar Makanan Kambewe )

Kambewe adalah salah satu jajanan khas pulau Buton,yang bahanya sangat sederhana,yaitu terbuat dari jagung yang baru di panen,dan gula merah.Dulu,ketika waktu panen jagung tiba,masyarakt buton hanya membuat jagung rebus atau dalam bahasa setempat lebih di kenal dengan nama “Kambuse” yaitu jagung yang sudah tua yang sebelum di rebus, terlebih dahulu di rendam dalam dalam air kapur, dan di rebus bersama sedikit garam, tapi bukan itu yang saya ingin bahas di sini.Jadi masyarakat buton berpikir untuk membuat sesuatu yang lain,agar hasil panen jagung yang melimpah tidak hanya di buat menjadi jagung rebus,kambuse atau dibiarkan menua untuk di jual.Jadilah mereka menggabungkan jagung dan gula merah.



Wisata Pulau Buton

Wisata yang ada di Pulau Buton

1. Pantai Nirwana

PANTAI NIRWANA Berjarak 11 km dari pusat Kota Bau-Bau dan biasanya ditempuh melalui jalur transportasi darat. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih sejauh 1 km dan menyuguhkan panorama sunset nan indah. Pada bagian lain terdapat lekukan batu karang berbentuk gua yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan. Selain itu, kondisi ombak yang relatif tenang dapat dimanfaatkan untuk bersampan, memancing, sky air, menyelam (diving),volley pantai dan olahraga air lainnya. Di lokasi ini telah pula dilengkapi dengan beberapa buah gazebo, kamar ganti dan rumah peristrahatan serta pedagang minuman ringan. 

2. Gua Lakasa

GUA LAKASA Gua ini merupakan objek wisata alam yang terletak 10 km dari pusat kota dapat ditempuh dengan transportasi darat, sejauh 1 km dari jalan poros Kelurahan Sula Kecamatan Betoambari. Gua dengan kedalaman 120 meter menyuguhkan keindahan batu stalakmit dan stalaktik juga terdapat sumber air didalamnya. Gua ini memiliki air yang sangat sejuk .Dan gua ini biasa dijadikan sebagai objek wisata bagi turis.



3. Air Terjun Tirta Rimba

TIRTA RIMBA Terletak 6 km sebelah barat pusat Kota Bau-Bau di Kelurahan Lakologou Kecamatan Wolio. Air terjun ini berada dalam kawasan hutan lindung merupakan daya tarik natural tersendiri.




Sejarah Pulau Buton

1. Sejarah Pulau Buton di Masa Lampau
Selama ini, Pulau Buton lebih dikenal sebagai pulau penghasil aspal. Padahal di luar hasil bumi itu, pulau ini memiliki “harta karun” nan dasyat. Yakni, jejak arkeologis berupa benteng-benteng yang nyaris mengepung seluruh pulau dan sejarah panjang Kesultanan Butuni.

Pulau Buton adalah pulau benteng. Karena, bangunan yang menjadi basis pertahanan militer tersebut tersebar di banyak tempat. Sehingga, pulau tersebut kerap disebut sebagai “Negeri Seribu Benteng” atau “castle in town”. Karena, kota-kota penting di pulau itu hampir dikelilingi benteng-benteng – mirip konsep tata ruang negeri Jerman yang dikelilingi benteng-benteng. Namun, dunia pariwisata kerap “memaksa” wisatawan yang berkunjung ke daerah itu hanya mengenal Benteng Keraton Wolio. Ini bisa dimaklumi, karena benteng itu merupakan simbol kejayaan Kesultanan Butuni, sekaligus sebagai satu-satunya bukti sejarah yang masih terawat.

Benteng Keraton Wolio dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Buton ke-3 La Sangaji pada abad ke-15. Dan, bangunan itu benar-benar rampung pada masa pemerintahan Sultan Buton ke-6 La Buke pada 1634. Keunikan bangunannya; bila dilihat dari atas, dengan bangunan sebelas selatan sebagai kepalanya, maka akan memnentuk huruf “dal” – huruf ke delapan pada alfabet bahasa Arab atau huruf terakhir nama Baginda Rasulallah Muhammad saw. Pintu benteng (lawa) berjumlah 12, yang bermakna jumlah lubang pada tubuh manusia. Atau, bisa juga bermakna 12 lokasi yang dipilih oleh Tuhan, untuk mendapatkan tanah pembentuk Nabi Adam As. Bastion (kubu pengawas) berjumlah 16. Tapi, sumber lain menyebutkan 17 – jumlah rakaat dalam shalat selama sehari. Angka-angka itu tidak muncul secara kebetulan. Tapi, perancang pembangunan benteng memang menyiapkannya secara khusus, untuk memberikan gambaran adanya nilai tasawuf dalam pemerintahan Kesultanan Butuni. Sekaligus monumen bagi rakyatnya, untuk terus memahami dan mengamalkan akhlak mulia yangbersandarkan ajaran Ilmu Tasawuf tersebut.

Dulu, Benteng Keraton Wolio menjadi pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, sosial, dan syiar Islam. Selain itu, bagian dalam benteng juga menjadi lokasi pemukiman. Hal itu memungkinkan, karena benteng memiliki lahan yang luas, yakni sekitar 400.000 m² dan dikelilingi benteng sepanjang 2740 m. Tinggi temboknya 2-8 m dan lebar 1-2 m.